Review Film Bioskop Tentang Murder in Monaco. Desember 2025 menjadi waktu yang tepat untuk menonton “Murder in Monaco”, dokumenter true crime Netflix yang baru dirilis pada 17 Desember dan langsung menjadi trending di banyak negara. Disutradarai Hodges Usry, review film berdurasi 90 menit ini mengupas misteri kematian miliarder banker Edmond Safra pada 1999 di penthouse super aman di Monaco, bersama perawatnya Vivian Torrente. Dengan wawancara eksklusif termasuk Ted Maher—perawat yang dihukum atas kasus ini—dokumenter ini campur elemen paranoia, konspirasi, dan twist tak terduga. Di tengah musim liburan, “Murder in Monaco” tawarkan hiburan gelap yang bikin penasaran, terutama bagi penggemar genre seperti The Jinx atau Tiger King.
Sinopsis dan Pendekatan Cerita Tentang Murder in Monaco
Dokumenter ini rekonstruksi peristiwa 3 Desember 1999: Edmond Safra, pendiri bank swasta untuk orang super kaya, ditemukan tewas karena asfiksiasi di kamar mandi terkunci penthouse-nya di gedung La Belle Epoque. Api kecil yang seharusnya mudah dipadamkan jadi fatal karena paranoia Safra dan kesalahan prosedur keamanan. Ted Maher, perawat Amerika yang bertugas malam itu, awalnya klaim heroik tapi akhirnya dihukum karena pembakaran yang menyebabkan kematian.
Usry bangun narasi melalui arsip berita, wawancara jurnalis, ahli hukum, dan Maher sendiri yang terlihat menua drastis selama proses pembuatan film empat tahun. Ada eksplorasi teori konspirasi—dari mafia Rusia hingga motif bisnis—tapi fokus utama pada bagaimana kebohongan kecil Maher dan sistem keamanan ekstrem ubah insiden jadi tragedi. Twist di akhir bikin penonton ragu siapa yang bisa dipercaya, tanpa resolusi mudah.
Kekuatan Narasi dan Wawancara Film Murder in Monaco
Kekuatan utama ada di akses eksklusif ke Maher, yang ceritanya penuh kontradiksi dan makin rumit dengan kasus kriminal terbarunya pada 2025—merencanakan pembunuhan istri. Ini tambah lapisan kredibilitasnya yang dipertanyakan, bikin dokumenter terasa seperti thriller psikologis. Visual Monaco mewah kontras dengan cerita gelap, ditambah reenactment subtil dan arsip langka, ciptakan atmosfer tegang.
Humor gelap muncul dari karakter eksentrik dan absurditas kasus—seperti bagaimana api kecil di tempat teraman dunia jadi mematikan. Banyak yang puji sebagai salah satu true crime terbaik tahun ini karena pacing ketat dan twist yang bikin hooked, meski tetap grounded pada fakta tragis dua korban.
Kelemahan dan Penerimaan Umum
Beberapa kritik sebut dokumenter ini sensationalist—mainkan timeline untuk drama dan kurang dalami korban Safra serta Torrente, lebih fokus pada Maher yang kontroversial. Ada yang bilang journalistically sloppy karena muddies truth demi shock value. Namun, penonton umum lebih positif: engaging, sad, dan scary, dengan ending yang tak mengecewakan.
Di 2025, saat true crime masih dominan, “Murder in Monaco” jadi pilihan segar karena kasus langka di Monaco yang aman. Cocok untuk binge malam, tapi siap dengan nuansa unsettling soal kebohongan dan paranoia orang kaya.
Kesimpulan
“Murder in Monaco” adalah dokumenter true crime yang solid dan addictive, ungkap tragedi absurd di balik kemewahan Monaco dengan twist yang bikin mikir ulang. Meski ada kritik soal sensationalism, kekuatannya di akses mendalam dan narasi tegang buat ia wajib tonton bagi penggemar genre. Di akhir Desember 2025, streaming di Netflix ini tawarkan misteri gelap sebagai alternatif hiburan liburan—bukti bahwa kematian tak terduga bisa datang dari kesalahan manusiawi paling sederhana. Jangan lewatkan jika suka cerita yang bikin ragu siapa penjahat sebenarnya.

